Selasa, 26 April 2011

Olimpiade Astronomi di Daerah Terisolir Papua


Pembaca, artikel ini saya dapat dari note Mansyur Ridho di akun facebook beliau. Mansyur Ridho adalah salah satu dari 51 Pengajar Muda yang merupakan bagian dari yayasan Indonesia Mengajar; sebuah yayasan yang diprakarsai oleh Anies Baswedan. Dan satu hal yang menarik lagi, salah satu peraih medali emas di olimpiade ini adalah teman saya di SMA Semesta Semarang, Muhammad Wildan Gifari. Semoga bisa menjadi inspirasi dan pelecut semangat pengabdian kita di berbagai pelosok negeri.

"Salam dari Jayapura! Kami bertiga baru saja keluar dari pedalaman Tolikara menyaksikanOlimpiade Astronomi se Asia-Pacific. Hasilnya? Pelajar2 Indonesia menduduki urutan ke-2 dari 9 negara, denganperolehan 1 medali emas, 2 perak dan 4 perunggu. Korea Selatan di urutan pertama dengan 2 emas. Indonesia berada diatas China, Rusia, Kazakshtan, Kyrgistan, Nepal, Cambodia, dan Bangladesh. Lebih mengejutkan lagi, 3 medali perunggu Indonesia diraih oleh pelajar asal Tolikara, kabupaten terpencil di Tolikara, yang selama ini mengalami keterbelakangan pendidikan dan SDM. Dari Tolikara, Indonesia belajar!

Kisahnya dimulai dengan seorang "gila" bernama Yohanes Surya, pendiri Surya Institute dan salah satu aktivis olimpiadescience dunia, yang telah sukses mempromosikan banyak anak Indonesia ke ajangolimpiade science dunia, memprakarsai dilaksanakannya Olimpiade Astronomi Asia Pacific (APAO) di Indonesia. Program ini ditawarkan ke berbagai pemda di Indonesia, namun tidak ada yang tertarik. Hingga suatu hari ...





Yohanes Surya ketemu dengan seorang "gila" lainnya bernama John Tabo, orang Papua, Bupati Tolikara, pegunungan tengah Papua, kabupaten baru yang terisolir dan hanya bisa dicapai dengan naik pesawat kecil dari Jayapura ke Wamena disambung berkendaraan off-road selama 4 jam, daerah dimana laki-laki tanpa celana dan perempuan tanpa penutup dada, ditemukan dimana-mana. John Tabo, tanpa diduga, bersedia menjadi sponsor pelaksanaan APAO di Indonesia, selain menjadi tuan rumah, dia juga mendanai seluruh biaya persiapan tim olimpiade Indonesia yang datang dari berbagai daerah di Indonesia termasuk dari Papua, selama 1 tahun. John Tabo membangun tempat khusus (hotel) untuk menjadi venue olimpiade ini. Orang yang berfikir normal pasti bilang, untuk apa John gila ini urusin Olimpiade Astronomi seperti ini? bukankah masih banyak persoalan internal kabupaten yang harus dia selesaikan? mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagai infrastruktur dasar? Cari kerjaan dan masalah saja!

John Tabo melakukan terobosan "gila". Dana diambil dari APBD, mau dari mana lagi? Dia tidak takut BPK atau BPKP yang akan menilainya salah prosedur. Untuk John Tabo, membangun adalah untuk rakyat,jangan dibatasi oleh hal-hal administratif. Yang penting misi dia untuk membangun SDM Tolikara yang mendunia dapat tercapai, dan itu "breakthrough" untuk mengatasi kemiskinan Tolikara, tidak perlu menunggu sampai infrastruktur jalan akses terbuka.

Dikumpulkanlah 15 anak Indonesia sejak februari 2010 di Karawaci untuk, kesemuanya "gila". 8 dari 15 anak tersebut direkrut dari SMP/SMU Tolikara, yang semuanya memiliki kemampuan matematika yang rendah, menyelesaikan soal matematika tingkat kelas 4 SD saja tidak mampu.Bahkan ada yang namanya Eko, ketika ditanya 1/5 + 1/2, langsung dijawab 1/7! Seorang anak dari Kalimantan Tengah, malah tidak diijinkan kepala sekolah dan gurunya untuk mengikuti persiapan olimpiade ini. Guru-gurunya mengatakan bahwaapa yang akan dia ikuti itu sia-sia saja. Dia melawan ini dan lari dari sekolah!

Ke-15 anak ini dilatih oleh pelatih2 "gila", yang tidak bosan dan kesal melatih anak-anak ini. Dalam 10 bulan ke-8 anak Tolikara ini mampu mengerjakan problem matematika paling sulit yang diajarkan pada tingkat terakhir SMA atau tingkat awal universitas.

Pendekatan mengajarnya juga "gila". Astronomi adalah kumpulan dari berbagai ilmu science: matematika, fisika, kimia dan biologi menjadi satu mempelajari fenomena jagad raya.

Ini juga ilmu gila. Bayangkan seorang anak seperti Eko dari pedalaman Tolikara dapat menjadi salah seorang anak terpandai di bidang astronomi di dunia hanya dalam waktu 10 bulan??!!

Urusan ijin ternyata juga "gila-gilaan". Ternyata even APAO ini tidak diakui oleh Kemdiknas. Akibatnya, untuk mendatangkan peserta luar negeri, tidaklah mungkin mendapatkan fasilitas visa dari negara. Pake prosedur normal ijin dari Pemerintah cq Mendiknas tidak keluar. Entah gimana ceritanya ..

Surya Institute akhirnya bertemu dengan seorang "gila" dari UKP4. Orang inilah yang mengetok Menteri Diknas, sehingga kemdiknas mau mengeluarkan ijin. Lalu orang ini memfasilitasi ijin visa disaat-saat terakhir, ketika semua sudah pasrah, bahkan orang ini mempertemukan anak-anak Indonesia dengan wakil presiden RI. Orang normal mungkin akan berfikir, apa urusannya astronomi dengan wapres??!!

Lalu siorang gila dari UKP4 ini menugaskan 3 orang anggotanya yang kebetulan juga "agak gila" untuk datang menghadiri kegiatan olimpiade di Tolikara. jadilah 3 orang itu sebagaisatu2nya unsur pemerintah pusat dalam even Olimpiade di Tolikara. Lalu 3 orang ini membawa-bawa nama Wakil Presiden RI dan Kepala UKP4 untuk memotivasi anak2. Dalam percakapan hati ke hati dengan 15 orang anak, semalam sebelum pengumuman, tidak kurang 7 orang anak terharu menangis, melihat begitu besarnya perhatian pemerintah RI kepada mereka, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan dari pemerintah di Jakarta selama 10 bulan mereka di godok di Karawaci. Datang dan duduk bersama dengan mereka, ternyata lebih dari segalanya bagi anak-anak ini.Anak-anak Tolikara begitu terharu, menangis terisak, melihatada orang Jakartamau datang melihat mereka di Tolikara.

Apa hasil dari semua kegilaan ini? Selain perolehan medali-medali diatas:

1. Indonesia dikenal lewat Tolikara! Tolikara,meskipun tidak dikenal Indonesia, namun telah membuktikan kepada dunia bahwadari tempat yang sedikit sekali dijamah pembangunan, bisa lahir juara-juara olimpiade science, yang akan mengharumkan nama Indonesia ditingkat dunia.

2. Tolikara mulai membenahi sumber daya manusianya menuju SDM berkualitas dunia. Hasil olimpiade ini telah memotivasi semua anak Tolikara bahwa keterbatasan fisik dan fasilitas bukanlah halangan bagi anakTolikara untuk menjadi SDM terbaik dunia. 8 anak Tolikara yang bersaing di tingkat dunia menjadi saksi hidup bahwa SDM Tolikara dapat bersaing di tingkatdunia.

3. Tolikara membuktikan bahwa mereka dapat membangun "lebih cepat" jika cara berfikir "gila" ini diterapkan. Hanya dengan cara gila seperti ini pembangunan Papua dapatdipercepat.

4. Kita perlu "A Tolikara Approach" untuk sebuah percepatan pembangunan Papua!

Pesan moral dari kisah ini: jadilah orang gila untuk membangun Indonesia lebih baik! Never underestimate things! Kesempatan ke Tolikara telah memberikan pelajaran berharga bagi saya. Belajar tidak harus selalu dari tokoh dunia. Dari seorang anak SMP yang tidak pernah diperhitungkan di pelosok Tolikara, kita dapat belajar untuk berbuat yang terbaik bagiIndonesia dan dunia."
-

0 komentar:

Posting Komentar

 
back to top